The Conversation
02 Jul 2025, 05:00 GMT+10
Kebijakan Indonesia Akses Tunggal (SATU) bertujuan mengatasi ketimpangan akses jurnal ilmiah.
Terdapat tiga model akses yang bisa dipertimbangkan: konsorsium terkoordinasi, langganan terpusat, dan hibrida.
Agar SATU berhasil, Indonesia perlu membangun tata kelola nasional hingga skema pendanaan berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia tengah menjajaki penerapan kebijakan besar di bidang pendidikan dan pembangunan manusia bernama Indonesia Akses Tunggal (SATU).
Ini merupakan model langganan jurnal ilmiah nasional yang memungkinkan seluruh institusi pendidikan tinggi dan riset mengakses literatur global melalui satu kontrak langganan terpusat.
SATU terinspirasi dari kebijakan One Nation One Subscription (ONOS) yang mulai diterapkan di India sejak 1 Januari 2025. Kebijakan akses tunggal ini diyakini dapat mengatasi ketimpangan akses pengetahuan dan efisien dari sisi pengeluaran.
Selama ini, baik universitas negeri maupun swasta berlangganan secara terpisah dan parsial. Bahkan tidak jarang harus melakukan negosiasi tersendiri dengan penerbit komersial global.
Beberapa bergabung dalam konsorsium, tetapi dengan skala dan posisi tawar yang terbatas. Akibatnya, banyak kampus hanya dapat berlangganan sebagian kecil jurnal yang dibutuhkan, atau tidak mampu mengakses sama sekali.
Artinya SATU bukan sekadar kebijakan langganan, tapi juga langkah awal untuk membentuk ekosistem pengetahuan di Indonesia yang lebih inklusif.
Ketidakmerataan akses jurnal ilmiah bukan saja tidak adil, tetapi juga kontraproduktif bagi kemajuan nasional.
Sebab, tanpa akses yang memadai, aktivitas riset rentan terisolasi, mengulang temuan lama, menghambat proses replikasi ilmiah, atau gagal mendorong demokratisasi ilmiah melalui ruang perdebatan ilmiah terkini.
Agar akses jurnal ilmiah lebih adil, berkelanjutan, dan adaptif terhadap dinamika global, berikut tiga model akses jurnal yang layak dipertimbangkan:
1. Model konsorsium terkoordinasi.
Model ini menawarkan beberapa institusi bergabung untuk bernegosiasi bersama penerbit. Ini sebenarnya telah dilakukan oleh beberapa universitas di lingkungan organisasi Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) dan juga Perpusnas dalam e-Resources Nasional.
Namun, model konsorsium ini kerap hanya menjalin kesepakatan dengan lima penerbit akademis terbesar: Elsevier, Springer-Nature, Wiley, Taylor & Francis, Sage. Masalahnya, kelima penerbit tersebut menguasai lebih dari separuh pasar publikasi ilmiah global.
Padahal, pengetahuan seharusnya dikendalikan komunitas ilmiah (scholarly knowledge commons) dan bersaing sehat menawarkan pengetahuan yang terbaik.
Rentetan tantangan lainnya adalah koordinasi, keterbukaan data penggunaan, dan ketiadaan mekanisme evaluasi yang sistematis.
Tanpa ini, konsorsium cenderung tidak efektif dan hanya menjadi pihak yang mengumpulkan, menyatukan, atau mengorganisir data administratif.
2. Model langganan terpusat (centralized access)
Belajar dari India, pendanaan ONOS bersumber dari duit negara. Adapun sistem akses dikelola melalui portal nasional oleh INFLIBNET.
Artinya, sekitar 18 juta mahasiswa, dosen, dan peneliti akan mendapat akses ke publikasi riset berkualitas tinggi. Ini mencerminkan pengakuan pemerintah bahwa pengetahuan adalah barang publik, dan akses yang adil dapat mendorong kemajuan nasional.
Namun sistem terpusat ini juga mempunyai tantangan.
Tanpa skema pendanaan jangka panjang yang berkelanjutan, model ONOS rentan menjadi proyek temporer, apalagi ketika ada kepentingan politik di dalamnya.
3. Model hibrida: Gabungan akses baca dan publikasi terbuka
Model ini dikenal sebagai Transformative Agreement (TA) serupa skema Read-and-Publish (RAP) atau Publish-and-Read (PAR) seperti yang dijalankan oleh konsorsium DEAL di Jerman.
Dalam skema RAP, institusi membayar langganan untuk mengakses jurnal sekaligus memperoleh kuota penerbitan open access bagi penelitinya.
Sedangkan dalam PAR, institusi membayar biaya penerbitan artikel secara terbuka dan sebagai imbalannya mendapatkan akses baca ke seluruh jurnal penerbit.
Skema ini adalah model kontrak antara lembaga riset atau universitas dan penerbit yang menggabungkan biaya akses baca jurnal sekaligus biaya publikasi artikel secara open access. Terlebih, ilmuwan yang berafiliasi tidak perlu lagi membayar biaya Article Processing Charge (APC).
Biaya Pengolahan Artikel (APC) adalah model pendanaan yang paling umum digunakan untuk penerbitan jurnal Open Access (OA) tipe Gold.
Alhasil, penulis (atau institusi mereka) membayar penerbit untuk menerbitkan versi akhir artikel mereka secara terbuka.
Sayangnya, model hibrida ini dikritik oleh Asosiasi Penerbitan Ilmiah Akses Terbuka (OASPA) karena turut berfokus pada penerbit besar sehingga merusak persaingan yang sehat di antara para penerbit jurnal ilmiah dengan fleksibilitas perjanjian yang kaku.
Membangun model akses jurnal ilmiah yang adil dan berkelanjutan bukan semata urusan teknis langganan atau negosiasi kontrak dengan penerbit komersial global.
Setidaknya ada lima fungsi kelembagaan utama yang perlu dibangun di Indonesia, meliputi:
1. Tata kelola nasional
Lembaga koordinasi lintas kementerian dan pemangku kepentingan yang merumuskan kebijakan, standar, dan arah strategis menuju pengetahuan inklusif sehingga dapat mendorong ekosistem pengetahuan yang terbuka.
Tata kelola ini harus menjamin transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas publik.
2. Portal akses terpadu dan terintegrasi
Platform nasional yang menyatukan akses ke jurnal internasional dan lokal, terhubung dengan sistem Single Sign-On (SSO) antarinstitusi pendidikan dan riset, serta terintegrasi dengan repositori nasional agar publikasi, data, dan sumber daya lain dapat diakses secara efisien dan aman (misal: ORCid atau Shibboleth).
3. Unit evaluasi dan negosiasi berbasis data
Tim teknis yang bertugas menganalisis kebutuhan literatur nasional, mengevaluasi efektivitas perjanjian akses, dan menegosiasikan kontrak dengan penerbit berdasarkan data penggunaan, biaya, dan dampak ilmiah, sehingga belanja pengetahuan dapat lebih efisien dan adil.
4. Data commons (platform sumber terbuka)
Infrastruktur terbuka untuk menyimpan, mengelola, dan membagikan metadata publikasi ilmiah (termasuk preprint) agar dapat digunakan kembali oleh peneliti lain dengan prinsip pertukaran otomatis yang aman dan lisensi terbuka.
5. Skema dukungan berkelanjutan
Dukungan dan peningkatan kapasitas infrastruktur penerbitan bagi jurnal ilmiah nasional, agar memenuhi standar etika publikasi ilmiah internasional dan berdampak, sekaligus menjamin keberlanjutan finansial pengelolaan tanpa membebani penulis atau institusi dengan biaya tinggi.
Momentum Indonesia Akses Tunggal (SATU) harus dimanfaatkan untuk mengubah cara kita mengakses, membagi, dan membangun ilmu sebagai barang publik.
Dengan begitu, Indonesia bisa membangun sistem akses jurnal yang menjamin keadilan, mendukung kolaborasi ilmiah lintas wilayah, dan memperkuat kedaulatan pengetahuan.
Read more: Mengapa sains terbuka dapat mendukung program Kampus Berdampak?
Get a daily dose of Malaysia Sun news through our daily email, its complimentary and keeps you fully up to date with world and business news as well.
Publish news of your business, community or sports group, personnel appointments, major event and more by submitting a news release to Malaysia Sun.
More InformationNew Delhi [India], July 2 (ANI): Indian stock markets opened on a positive note on Wednesday, supported by optimism surrounding a potential...
Washington DC [US], July 2 (ANI): The Quad members unequivocally condemned terrorism in all its forms, the Joint Statement from the...
U.S. Senate passes Trump's landmark mega-bill The GOP-led Senate on Tuesday passed U.S. President Donald Trump's One Big Beautiful...
Kebijakan Indonesia Akses Tunggal (SATU) bertujuan mengatasi ketimpangan akses jurnal ilmiah. Terdapat tiga model akses yang bisa...
Bhaktapur [Nepal], July 2 (ANI): Inside a modest factory nestled in the heart of Nepal's Bhaktapur, Rina Suwal moves swiftly between...
Geneva [Switzerland], July 1 (ANI): Aiming to draw international attention to the worsening human rights situation and increasing persecution...
SANTA CLARA, California: Executives at Nvidia have quietly been cashing in on the AI frenzy. According to a report by the Financial...
NEW YORK, New York - Global stock indices closed with divergent performances on Tuesday, as investors weighed corporate earnings, central...
TORONTO, Canada: Canadian Prime Minister Mark Carney announced late on June 29 that trade negotiations with the U.S. have recommenced...
Vancouver, Canada: A high-stakes legal showdown is brewing in the world of athleisure. Lululemon, the Canadian brand known for its...
LONDON, U.K.: British oil giant Shell has denied reports that it is in talks to acquire rival oil company BP. The Wall Street Journal...
NEW YORK, New York - U.S. stock markets closed firmly in positive territory to start the week Monday, with the S&P 500 and Dow Jones...